A.
Sejarah
Perkembangan Seni Lukis Indonesia
Secara garis
besar perkembangan seni rupa Indonesia meliputi seni prasejarah, sejarah seni Indonesia-Hindu,
seni Indonesia-Islam, dan seni Indonesia Modern, yaitu :
1 Sejarah Lukis
Prasejarah Indonesia
Pada zaman tersebut lukisan
dibuat pada dinding-dinding gua dan karang. Salah satu teknik yang digunakan
oleh orang-orang gua melukis di dinding dinding gua adalah menempelkan tangan
di dinding gua, lalu disemprot dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral
berwarna. Teknik ini dikenal dengan nama aerograph.
Pada umumnya tujuan dan tema yang dipilih untuk membuat lukisan-lukisan
tersebut adalah magis. Contoh karya seni tersebut bisa dilihat di gua leang-leang Pattekere di maros. Lukisan
tersebut menggambarkan adegan perburuan, ada juga lukisan pada dinding-dinding
gua tersebut dipantai selatan Irian jaya (Papua). Hal yang menarik perhatian
pada lukisan yang tersebar di daerah yang amat luas itu adalah siluet tangan yang terdapat dimana-mana. Cap tangan terdapat pula di Sulawesi
Selatan, pada lukisan ditebing batu di teluk Sulaeman Seram, di teluk Berau
papua, dan di pulau arguni dan kepulauan Kei. Selain motif bayangan tangan,
motif yang terdapat di banyak tempat ialah sosok manusia, ;perahu, matahari,
bulan, burung, ikan, kura-kura, kadal, kaki, dan babi rusa.
2 Seni Lukis Hindu Klasik
Indonesia
Zaman ini merupakan babak baru
dalam periodisasi kebudayaan karena masuknya pengaruh Hindu. Di Indonesia dapat
dikatakan sebagai zaman sejarah karena pada`zamanini telah diketemukan
peninggalan berupa tulisan. Hal ini terjadi karena adanya kontak kebudayaan
dengan India sekitarabad ke – 5 M.
Tema yang
digunakan pada suatu karya seni pada masa ini antara lain tema agama, mitologi, legenda, dan cerita sejarah. Contohnya
lukisan Bali klasik yang berisi cerita Ramayana
dan mahabhrata. Gaya yang dipakai pada pahatan dinding candi zaman
majapahit adalah wayang dengan komposisi mendatar yang padat sarat dengan stilasi.Gaya wayang ini menunjukan tanda
persamaan dengan dalam stilasi bentuk tokoh cerita wayang kulit dan lukisan
Bali Klasik. Warna lukisan terbatas pada warna-warna yang dapat dicapai bahan
alami seperti kulit kayu, daun-daunan, tanah, dan jelaga. Lukisan dibuat pada
pada kain yang memanjang tanpa dipasang bingkai rentangsehingga hasilnya
menyerupai lukisan gulungan. Seperti juga pahatan dinding candi dan gambar
lontar. Fungsi dari lukisan bali Klasik adalah sebagai media pendidikan sesuai
dengan ajaran agama atau falsafah hidup zaman Hindu. Seni lukis bali mulai
berlangsung keyika kebudayaan Hindu Jawa Timur terdesak oleh kebudayaan Islam.
Perkembangan seni lukis Hindu-Bali dapat diuraikan di uraikan dalam tiga
bagian, yaitu seni lukis Kamasan, seni lukis Pita Maha, dan seni lukis Seniman
Muda.
3 Seni Lukis Islam
Indonesia
Pada
seni Islam, terdapat suatu pantangan untuk melukiskan motif makhluk hidupdalam
bentuk realistis. Para seniman melakukan upaya kompromistis dengan kebudayaan
sebelumnya.
Dalam hal ini toleransi Islam
mendukung proses kesinambungan tradisi seni rupa sebelumnya, tetapi dengan
nafas baru, seperti hiasan dengan motif stilasi binatang dn manusia dipadukan
dengan huruf Arab, baik dalam penerapan elemen estetis pada masjid, penggarapan
seni kriya, lukisan atau kaligrafi. Adapun pembuatan patung, dibuat demikian
tersamar sehingga seolah-olah gambaran ini hanya berupa hiasan dedaunan atau
flora.
Biasanya lukisan dibuat sebagai
hiasn yang menggambarkan cerita-cerita tokoh dalam pewayangan atau lukisan
binatang candra sangkala dan tentang riwayat nabi. Adapun bentuk lukisan yang
disamarkan seperti lukisan kaca yang berasal dari Cirebon.
4 Seni Lukis Indonesia
Baru
Seni
lukis Indonesia baru berkembang setelah masa seni lukis Islam. Berikut ini
latar belakang lahirnya seni lukis Indonesia Baru beserta perkembangannya.
a.
Latar
Belakang.
Karya
seni lahir dari jiwa seorang seniman melalui pengolahan media dengan bahan,
alat, dan teknik tertentu. Tidak dipungkiri bahwa karya seni seringkali
menampilkan hal-hal yang khasdan unik dari suatu pribadi. Perkembangan seni
lukis Indonesia dipengaruhi kuat oleh kekuatan sejarah. Latar belakang lahirnya
seni lukis Indonesia adalah sebagai berikut :
1)
Warisan
Budaya : merupakan bagian dalam pembentukan
watak seseorang manusia berdasar pada hubungan manusia dengan keadaan di
sekelilingnya. Didalamnya terkandung hubungan kejiwaan antara intuisi manusia
dan emosi manusia dengan realitas yang tak terumuskan.
2)
Kekuatan
Sejarah : berupa kejadian-kejadian dan
gejala-gejala sosial yang berlangsung disekeliling seniman. Kehidupan sosial
dengan pergolakan dan perjuangan nasional. Tumbuhnya kesadaran nasional yang
mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928 pun merupakan gejala masyarakat yang
menjado dorongan kuat di masa awal perkembangan seni lukis Indonesia baru.
3)
Pengaruh
Barat : kenyataan yang juga merupakan
kekuatan sejarah. Masa penjajahan, misalnya, mengakibatkan persentuhan antara
seni lukis Indonesia pada awal pembentukannya dengan seni lukis barat. Majunya
media komunikasi dunia dan pencampuran peradaban dunia seni rupa pun menjadi
masalah khusus.
b.
Perkembangan
Seni lukis Indonesia Baru.
Seni
rupa modern di Eropa diproklamirkan sejak munculnya aliran post impresionisme (awal abad ke-18). Saat itu ruang untuk
kebebasan mencipta karya seni terbuka lebar yang diawali dengan tumbuhnya sukap
individualistis dalam berkarya. Persentuhan seni kolektif Indonesia dan seni
modern Eropa berjalan melalui pelukis-pelukis Eropa yang datang ke Indonesia.
Pada zaman seni rupa Indonesia baru ini, terjadi beberapa perkembangan seperti
berikut :
1) Masa Raden Saleh
(perintisan)
Pada pertengahan abad ke-19, dunia
seni lukis atauseni gambar seniman seniman Indonesia masih mengacu gaya
tradisional yang berkembang didaerah-daerah. Sebagian besar karya seni tersebut
menyimpan potensi dekoratif. Misalnya, lukisan di bali dan jawa serta ornamen
di Toraja dan Kalimantan. Sebagian ahli memandang Raden Saleh Syarif Bustaman (1807-1880) sebagai perintis seni lukis
modern Indonesia. Ungkaoan ini tidak berlebihan mengingat R. Saleh merupakan
orang Indonesia pertama yang mendapat bimbingan melukis secara khusus dari
pelukis-pelukis bergaya naturalis dan realis keturunan Belgia yang pernah
tinggal di Indonesia, yakni A.A.J. Payen. Atas rekomendasi payen dan didukung
oleh C. Reinwart, Raden Saleh berkesempatan belajar di Eropa. R Saleh di Eropa
mendapat bimbingan dari pelukis potret terkemuka, Cornellius Krusemen dan
pelukis Pemandangan alam, Andreas Schefhout. Lebih 20 tahun lamanya R. Saleh
berada di Eropa, pada tahun 1851 ia menyempatkan pulang ke Indonesia. Dan pada
tahun 1879 ia menetapkan pulang ke Indonesia dan selanjutnya bermukim di bogor.
Setahun kemudian, tepatnya 23 April 1880, beliau wafat di Bondongan, Bogot.
Karya lukis tersirat memuat kebangsaan yang tersembunyi yaitu Antara Hidup dan Mati. Karya ini
memperlihatkan pertarungan antara seekor Banteng (symbol keperkasaan dan
kekuatan bangsa Indonesia) dan dua ekor singa (symbol kerakusan dan ketamakan
penjajah). Demikian pula lukisan Penangkapan
Pangeran Diponegoro.
2) Masa Indonesia Jelita
(Mooi Indie)
Pada
awalabad ke-20, munculah Abdullah
Suryosubroto yang juga keturunan bangsawan Solo, pada dasarnya Abdullah ke
Eropa bermaksud mempelajari ilmu kedokteran. Namun niat itu berubah karena
ketertarikannya terhadap dunia seni lukis yang kemudian mengantarkannya menjadi
mahasiswa pada salah satu akdemi kesenian di Eropa. Sepulan dari Eropa,
Abdullah S.R (1878-1941) bermukim di Bandung dan kemudian mengembangkan gaya
melukis sendiri,yang kemudian dikenal sebutan Indonesia Jelita (Mooi indie). Gaya ini menekankan pada
keelokan dan suasana kehidupan bangsa Indonesia dengan alamnya yang subur dan
masyarakatnya yang tentram. Pemandangan alam merupakan objek yang sangat
dominan. Apa saja yang indah dan romantis terlihat menyenangkan, tenang, damai,
apalagi lukisan wanita-wanitanya yang elok nan cantik. Lukisan-lukisan itu
hanya membawa satu makna, yaitu ‘Indies
yang molek’ bagi orang asing dan para wistawan. Pelukis pribumi yang gemar
dengan gaya ini adalah, Wakidi, M. Pirngadie, Basuki Abdullah, dan Wahdi.
Pelukis asing antara lain W.G Hofker (Belanda), R.Locatelli (Italia), Le Mayeur
(Belanda), Roland Strasser (Swiss), E. Dezentje (Belanda), Rudolf Bonnet
(Belanda).
3) Masa Cita Nasional
S. Sudjojono (1913-1986) sebagai penggerak
kelompok ini sama sekali tidak pernah belajar seni rupa ke Eropa.
Pelukis-pelukis yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Agus Djaya
Suminta, L.Sutioso, Rameli, Abdul Salam, Otto Jaya, S. Sudiarjo, Emiria Sunassa,
Saptarita Latif, Herbert Hutagalung, S. Tutur, Hendro Jasmara, dan Sutioso.
Untuk
memperkokoh gerakan dan menyamakan persepsi, kelompok ini kemudian membentuk
Perkumpulan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) pada tahun 1938 di Jakarta. Karena
tujuanya adalah menggalang solidaritas nasional antar seniman local dalam
mengembangkanseni lukis yang bercorak Indonesia asli, mereka senantiasa membuat
sketsa-sketsa tentang corak kehidupan masyarakat saatitu di berbagai tempat.
4) Masa Pendudukan Jepang
Pada
zaman pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1942, PERSAGI dipaksa bubar.
Seniman yang lahir dari kalangan grass
root (akar rumput), yakni masyarakat bawah, jumlahnya semakin banyak.
Sementara itu, tentara pendudukan Jepang yang berkuasa pada saat itu sangat
jeli melihat perkembangan kesenian Indonesia. Pada tahun 1945, mereka
mendirikansebuah lembaga dengan nama
Jepang Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaa) yang pengajarnya merupakan
mantan anggota PERSAGI seperti Agus Djaya Suminta dan S. Sudjojono. Mereka
meyediakan sarana dan prasarna berkesenian. Kemudian muncul wadah tempat
penampungan aspirasi rakyat, dibentuklah lembaga yang berupaya mempersiapkan
segala sesuatu hal yang mungkin terjadi. Lembaga ini didirikan oleh Ir.
Soekarno, K.H. Mansur, dan KI Hajar Dewantara dengan nama Poesat Tebaga Rakjat atau POETRA.
Salah satu bidang yang dikelola lembaga ini adalah seni lukis. Pelukis yang
aktif dalam lembaga POETRA adalah para pelukis berbagai aliran seperti S. Sudjojono, Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso,
Barli Sasmita dan Wahdi.
5) Masa Sesudah
Kemerdekaan
Pada
tahun 1946 di Yogyakarta, affandi, Rusli, Hendra Gunawan, dan Harijadi
membentuk perkumpulan Seni Rupa
Masyarakat. Setahun kemudian, yaitu 1947 mereka bergabung dengan
perkumpulan Seniman Indonesia Muda (SIM)
yang dibentuk pada 1946 di Madiun dengan pelopor S. Sudjojono. Namun adanya pertentangan
internal diantara pengurus membuat Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM
dan membentuk kelompok Peloekis Rakjat,
yang didalamnya terdapat Soedarso, Kusnadi, sasongko, Dullah, Trubus, Sumitro,
Sudoarjo, dan Setijoso.
6) Masa Pendiddikan Formal
Pada
tahun 1949,R.J Katamsi dengan beberapa seniman anggota SIM, Pelukis Rakjat,
POETRA, dan budayawan Tamansiswa merintis Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI)
yang kini berubah menjadi Institut Seni Indonesia ISI. Yang tujuanya mendirikan
akademi ini adalah untuk mencetak calon-calon seniman. Para tokoh ASRI antara
lain S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Djajengasmoro, Kusnadi, Sindusiswono.
Sementara itu di bandung pada tahun 1950 berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru
Gambar yang dipelopori Syafe’i Soemardja. Sejak tahun 1959, lembaga ini berunah
nama menjadi jurusan Seni Rupa pada Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada
tahun 1964, berdiri pula jurusan Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung (saat ini
bernama Universitas Pendidikan Indonesia) yang dipelopori oleh Barli, Karmas,
Popo Iskandar, Radiosuto dan Wiyoso Tudoseputo. Sebagian alumni Jurusan Seni
Rupa IKIP Bandung yang menekuni seni lukis adalah seniman Oho Garha, Nana
Banna, Hidayat, Dadang MA, dan Hardiman. Beberapa tahun kemudian dibuka Jurusan
Seni Rupa IKIP lainnya di seluruh Indonesia.
7) Masa Seni Lukis baru di
Indonesia
Sekitar
tahun 1974 lahirlah kelompok seniman mudadi berbagai daerah. Para seniman muda
yang tergabung dalam gerakan ini antara lain Jim Supangkat, S. Prinka,
Satyagraha, F.X. Harsono, Drde Eri Supria, dan Munni Ardi. Pameran perdana
mereka yang diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta banyak mengundang
perhatian. Karya-karya seniman baru
yang kebanyakan masih kuliah itu didasari oleh alas an-alasan sebagai berikut :
·
Membongkar peristilahan
seniman sebagai atribut yang hanya dilekatkan pada kalangan akademis saja,
sementara masyarakat kecil yang bergiat dalam kesenian tidak mendapat tempat
yang semestinya.
·
Menggugat
batasan-batasan seni yang sudah lama dipancangkan oleh seniman tua. Ini berarti
menghindari adanya pembingkaian seni dalam satu kaca mata.
·
Berusaha menciptakan
sesuatu yang baru dengan berbagai media, konsep berkarya, dan lain-lain.
Penciptaan karya seni tersebut tidak terkecuali seni yang diterapkan pada hal
yang dipndang sakral.
B.
Sikap
Apresiasi Seni Rupa Murni Nusantara
1 Proses Berkarya Seni
Rupa
Untuk
mendapatkan pengakuan dari dunia luar, seorang seniman harus bekerja dengan
kesungguhan dan hati, bekerja terus-menerus dengan memperbanyak praktek dan
terus mengolah imajinasi pengetahuan teknik.
2 Mengapresiasi Karya
Seni Rupa Murni
Tujuan poko dari apresiasi seni
secara umum adalah menjadikan masyarakat dapat menerima dan menikmati sebuah
karya atau masyarakat menjadi peka seni. Dari proses inilah nantinya masyarakat
mau dan mampu untuk mengomentari sebuah karya. Komentar dilontarkan oleh
masyarakat akan membentuk sebuah opini tentang seni. Opini bisa bersifat khusus
tentang hal kekaryaan seperti warna dan bentuk, atau kekaryaan seperti ide,
gagasan, makna, pesan, dan tujuanpembuatan karya. Komentar dan opini inilah
yang dalam seni rupa sering disebut dengan kritik seni.
3 Tahapan Mengapresiasi
Karya Seni Rupa Murni
Ada
tahapan dalam mengapresiasi karya seni rupa murni sepert senilukis, seni
patung, dan seni grafis adalah sebagai berikut :
a.
Tahap
Awal : tahap ketika seorang pengamat melihat
sebuah karya, baik karya yang dipamerkan maupun melihat karya tertentusecara
sekilas. Tahap ini disebut juga dengan tahap perkenalan.
b. Tahap
Penghayatan : merupakan tahap dimana seorang
pengamat berupaya untuk mengamati lebih jauhl agi dan berusaha untuk memahami
serta menghayati sebuah karya.
c. Tahap
Penilaian : merupakan tahap pengambilan keputusan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangantertentu tentang bernilai atau berharganya
suatu karya seni. Tahapan ini juga dapat dikatakantahap penghargaan dengan
menentukan apakah karya yang sedang diapresasi baik atau indah.
Dalam mengapresiasi sebuah karya seni
rupa kamu dapat memahami, menghayati, menilai, memberikan keputusan terhadap
sebuah karya seni secara bebas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
langkah-langkah berikut ini :
1)
Mendeskripsikan
(pemaparan) sebuah karya dengan cara menemukan
dan mencatat sesuatu yang dilihat apa adanya, namun tidak mengambil kesimpulan
apapun.
2)
Uraian
kebentukan (formal), yaitu tahapan
menelusuri sebuah karya berdasarkan strukturnya, baik itu warna, garis, bentuk,
maupun teksturnya.
3)
Penafsiran
makna yang meliputi tema yang digarap
dan masalh-masalh yang dikemukakan.
4) Penilaian,
yaitu tahapan untuk menetukan derajat suatu karya seni.