music

Thank you for visiting my blog may be useful

Minggu, 30 September 2018

Ali Sadikin: Pemimpin Kontroversial

Berbicara tentang pemimpin, mungkin dapat mengingatkan kita pada sosok yang disebut-sebut sebagai gubernur kontroversial yang pernah memimpin Jakarta. Ya, Ali Sadikin atau akrabnya disebut Bang Ali. Nama yang sangat terdengar familier apalagi sebagai warga Jakarta yang hidup pada tahun 1966-1977. Bang Ali dengan berbagai keputusan kontroversial nya pada masa itu dan berbagai kesulitan-kesulitan yang ia alami, tentunya saat menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Saat Bang Ali ditunjuk Soekarno sebagai gubernur Jakarta, Indonesia tengah menghadapi kemerosotan ekonomi yang luar biasa dan juga keadaan kota yang amat buruk. Masyarakat ibukota mengalami krisis hampir disetiap bidang penghidupan penduduknya seperti krisis perumahan, krisis lapangan kerja, krisis angkutan, krisis usaha, krisis hubungan telepon, krisis sarana pendidikan, dan berbagai krisis lain yang menjadi beban berat yang harus Bang Ali hadapi sebagai gubernur Jakarta pada saat itu. Bang Ali mengalahkan segala keraguannya untuk menerima tugas karena menurutnya itu ialah sebuah perintah yang harus ia jalankan. Sebelum Bang Ali ditunjuk sebagai gubernur, ia adalah seorang Letnan Jendral KKO-AL. Itulah yang membuat ia ditunjuk oleh Soekarno. Karena menurut Soekarno dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977, Jakarta adalah kota pelabuhan yang sebaiknya dipimpin oleh orang yang tahu urusan laut dan urusan pelabuhan.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai gubernur Jakarta yang baru, ia benar-benar memulainya dari nol. Ia harus memeras otaknya dan bekerja dengan kreativitas setinggi mungkin. Dengan anggaran belanja Jakarta yang saat itu hanya ada sebesar Rp. 66 juta, ia harus menggali sumber keuangan lebih selain dari itu. Dan satu hal yang sangat menggegerkan sewaktu ia menggali sumber keuangan untuk kepentingan masyarakat saat itu, yakni judi. Banyak yang menentang keputusannya tentang judi. Ia akui bahwa judi itu haram, namun judi disini ia atur hanya untuk kalangan tertentu. Dan undang-undang menetapkan, bahwa Kepala Daerah bisa memberikan izin kepada bandar Cina, karena judi dianggap sudah merupakan budaya Cina dan yang boleh berjudi itu hanya orang Cina. Dengan adanya Undang-Undang No. 11 tahun 1957 yang memungkinkan Pemerintah Daerah memungut pajak atas izin perjudian, Bang Ali semakin yakin dan berani melegalkan judi untuk dipungut pajaknya. Keputusannya tersebut sangat menggegerkan, namun demi keperluan rakyat Jakarta ia berani untuk mengambil keputusan yang sangat kontroversial. Bang Ali tidak meminta persetujuan Penjabat Presiden untuk usaha judi karena tidak ingin memberatkan karena keputusannya. Apabila dalam pelaksanaannya terjadi apa-apa tentang judi ini, maka itu adalah tanggung jawabnya sebagai gubernur karena ialah yang mensahkan tentang judi. Sikap tanggung jawabnya sebagai pemimpin disini sangat terlihat dan juga keberaniannya dalam mengambil keputusan patut diacungi jempol meskipun mungkin dianggap sebagai hal yang sangat konyol.
Sama-sama menimbulkan pertentangan, hal lain juga ia lakukan dengan mengambil keputusan yang banyak orang menentang, yaitu dengan melokalisasi Kramat Tunggak sebagai tempat pelacuran yang pernah ada di Kramat Raya.  Keputusan Bang Ali ini dianggap orang-orang sebagai perbolehan eksploitasi manusia atas manusia, merendahkan derajat wanita dan menjauhkan kemungkinan rehabilitasi bagi wanita yang sadar. Padahal menurutnya, melokalisasi ini berarti mempersempit gerak wanita ‘P' dan diharapkan dapat menghapuskan pemandangan yang kurang sedap di tepi-tepi jalan.
Selain sikapnya yang berani dan tanggung jawab, ia pun memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Hal itu tercermin dalam kepeduliannya terhadap anak-anak yang tidak bersekolah. Ia menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, namun mereka seperti terhambat untuk turun tangan dalam mengatasi anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan. Akhirnya Bang Ali lah yang mewujudkan untuk membangun sekolah agar anak-anak yang berkeliaran karena tidak tertampung oleh sekolah yang ada dapat bersekolah. Dalam membangun sekolah, masalah yang dihadapi adalah menyangkut uang, menyangkut biaya. Namun ia berusaha untuk mendapatkan biaya tersebut guna tercapainya fasilitas pendidikan yang memadai. Bang Ali dalam kepemimpinannya sangat memperhatikan masalah-masalah besar maupun masalah kecil. Ia memimpin Jakarta dengan rasa kemanusiaannya. Sebagai seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan, ia tidak berkuasa dengan sewenang-wenang, apalagi jabatannya sebagai gubernur ia dapatkan langsung dari Presiden. Menurut Bang Ali dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977, sebagai pemerintah daerah yang baik, ialah yang missionnya baik bagi rakyat secara keseluruhan, dan untuk itu kita harus memobilisasikan semua keberanian, kejujuran dan pemikiran kreatif yang ada pada kita masing-masing, disamping tidak melupakan kondisi tempat dan waktu di mana kita berada dan bekerja.
Sebagai seorang pemimpin, Bang Ali telah melakukan tugasnya dengan maksimal walaupun dengan segala keputusannya menimbulkan kehebohan dan pertentangan. Ia tidak hanya memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah pemerintahan kota Jakarta saja, akan tetapi pada seluruh permasalahan kehidupan di ibukota Republik Indonesia. Ia berusaha memahami masalah yang ada dengan logika dan perasaannya. Keberaniannya sebagai seorang pemimpin juga patut diacungi jempol, sebab dalam pelaksanaan kebijakannya tentang judi ia rela disebut sebagai “Gubernur Judi” atau bahkan “Gubernur Maksiat”. Ia rela namanya di cap seperti itu demi menciptakan pembangunan untuk Jakarta, karena katanya ketika ia berani berbuat maka harus berani pula untuk bertanggung jawab. Kepemimpinan Bang Ali ini dapat kita lihat sebagai contoh pemimpin yang tegas dan berani mengambil keputusan serta bertanggung jawab atas tindakannya. Walaupun ia memimpin sebagai gubernur, namun cara kepemimpinannya dapat diadopsi untuk menjadi seorang pemimpin negara. Bahkan seorang penulis yang menuliskan tentangnya yaitu John Saar menulis, “prestasi-prestasinya, dinamisme, compassion dan terutama kejujurannya, membuat orang Jakarta meramalkan, bahwa pada suatu waktu Sadikin akan menjadi Presiden”. Pendidikan kemiliterannya sebagai seorang marinir telah memberikan padanya kesadaran disiplin kerja yang tangguh dan kuat, dan ditambah dengan pribadinya yang bermuat kekerasan hati dan kekerasan kepala. Ia juga pantang mundur dan bertekad untuk menghadapi dan mengatasi segala tantangan yang harus dihadapinya. Mental-mental seperti itulah yang mungkin dapat juga dijadikan sebagai contoh untuk menjadi seorang pemimpin negara.
Maka dari itu, seorang pemimpin negara haruslah orang yang memiliki jiwa kepemimpinan disiplin, tegas atas keputusannya, dan berani bertanggung jawab, jika dilihat dari sudut pandang pemimpin seperti Bang Ali. Walaupun ada beberapa hal yang kontroversial, hal itu bisa di jadikan sesuatu yang harus di perbaiki. Ambil lah sisi positif dari masa kepemimpinan Bang Ali. Dimana beliau dapat menciptakan kondisi yang bangkit dari keterpurukan. Hal itulah yang seharusnya menjadi suri tauladan bagi pemimpin-pemimpin negara yang akan datang.  Dimana Saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin seperti Bang Ali. Apalagi  menjelang pemilihan presiden tahun 2019 yang terdapat calon yang diusulkan oleh partai politik sehingga menimbulkan berbagai pendapat dan Kubu Dalam politik Indonesia.  perbedaan pandangan antara partai politik itulah yang menyebabkan terjadinya perpecahan politik di Indonesia. Masyarakat haruslah bisa melihat potensi-potensi dalam calon presiden yang akan datang sehingga Indonesia kedepannya akan menjadi negara yang lebih baik dan maju.

*Penulis merupakan Mahasiswa Mata Kuliah Ilmu Politik Semester 1, Jurusan Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta

Senin, 30 Maret 2015

KARYA SENI RUPA MURNI INDONESIA

A.    Sejarah Perkembangan Seni Lukis Indonesia

                    Secara garis besar perkembangan seni rupa Indonesia meliputi seni prasejarah, sejarah seni Indonesia-Hindu, seni Indonesia-Islam, dan seni Indonesia Modern, yaitu :

1      Sejarah Lukis Prasejarah Indonesia

               Pada zaman tersebut lukisan dibuat pada dinding-dinding gua dan karang. Salah satu teknik yang digunakan oleh orang-orang gua melukis di dinding dinding gua adalah menempelkan tangan di dinding gua, lalu disemprot dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Teknik ini dikenal dengan nama aerograph. Pada umumnya tujuan dan tema yang dipilih untuk membuat lukisan-lukisan tersebut adalah magis. Contoh karya seni tersebut bisa dilihat di gua leang-leang Pattekere di maros. Lukisan tersebut menggambarkan adegan perburuan, ada juga lukisan pada dinding-dinding gua tersebut dipantai selatan Irian jaya (Papua). Hal yang menarik perhatian pada lukisan yang tersebar di daerah yang amat luas itu adalah siluet tangan yang terdapat dimana-mana. Cap tangan terdapat pula di Sulawesi Selatan, pada lukisan ditebing batu di teluk Sulaeman Seram, di teluk Berau papua, dan di pulau arguni dan kepulauan Kei. Selain motif bayangan tangan, motif yang terdapat di banyak tempat ialah sosok manusia, ;perahu, matahari, bulan, burung, ikan, kura-kura, kadal, kaki, dan babi rusa.

2      Seni Lukis Hindu Klasik Indonesia

               Zaman ini merupakan babak baru dalam periodisasi kebudayaan karena masuknya pengaruh Hindu. Di Indonesia dapat dikatakan sebagai zaman sejarah karena pada`zamanini telah diketemukan peninggalan berupa tulisan. Hal ini terjadi karena adanya kontak kebudayaan dengan India sekitarabad ke – 5 M.
Tema yang digunakan pada suatu karya seni pada masa ini antara lain tema agama, mitologi, legenda, dan cerita sejarah. Contohnya lukisan Bali klasik yang berisi cerita Ramayana dan mahabhrata. Gaya yang dipakai pada pahatan dinding candi zaman majapahit adalah wayang dengan komposisi mendatar yang padat sarat dengan stilasi.Gaya wayang ini menunjukan tanda persamaan dengan dalam stilasi bentuk tokoh cerita wayang kulit dan lukisan Bali Klasik. Warna lukisan terbatas pada warna-warna yang dapat dicapai bahan alami seperti kulit kayu, daun-daunan, tanah, dan jelaga. Lukisan dibuat pada pada kain yang memanjang tanpa dipasang bingkai rentangsehingga hasilnya menyerupai lukisan gulungan. Seperti juga pahatan dinding candi dan gambar lontar. Fungsi dari lukisan bali Klasik adalah sebagai media pendidikan sesuai dengan ajaran agama atau falsafah hidup zaman Hindu. Seni lukis bali mulai berlangsung keyika kebudayaan Hindu Jawa Timur terdesak oleh kebudayaan Islam. Perkembangan seni lukis Hindu-Bali dapat diuraikan di uraikan dalam tiga bagian, yaitu seni lukis Kamasan, seni lukis Pita Maha, dan seni lukis Seniman Muda.



3      Seni Lukis Islam Indonesia

               Pada seni Islam, terdapat suatu pantangan untuk melukiskan motif makhluk hidupdalam bentuk realistis. Para seniman melakukan upaya kompromistis dengan kebudayaan sebelumnya.
               Dalam hal ini toleransi Islam mendukung proses kesinambungan tradisi seni rupa sebelumnya, tetapi dengan nafas baru, seperti hiasan dengan motif stilasi binatang dn manusia dipadukan dengan huruf Arab, baik dalam penerapan elemen estetis pada masjid, penggarapan seni kriya, lukisan atau kaligrafi. Adapun pembuatan patung, dibuat demikian tersamar sehingga seolah-olah gambaran ini hanya berupa hiasan dedaunan atau flora.
               Biasanya lukisan dibuat sebagai hiasn yang menggambarkan cerita-cerita tokoh dalam pewayangan atau lukisan binatang candra sangkala dan tentang riwayat nabi. Adapun bentuk lukisan yang disamarkan seperti lukisan kaca yang berasal dari Cirebon.

4      Seni Lukis Indonesia Baru

               Seni lukis Indonesia baru berkembang setelah masa seni lukis Islam. Berikut ini latar belakang lahirnya seni lukis Indonesia Baru beserta perkembangannya.

a.    Latar Belakang.

           Karya seni lahir dari jiwa seorang seniman melalui pengolahan media dengan bahan, alat, dan teknik tertentu. Tidak dipungkiri bahwa karya seni seringkali menampilkan hal-hal yang khasdan unik dari suatu pribadi. Perkembangan seni lukis Indonesia dipengaruhi kuat oleh kekuatan sejarah. Latar belakang lahirnya seni lukis Indonesia adalah sebagai berikut :
1)   Warisan Budaya : merupakan bagian dalam pembentukan watak seseorang manusia berdasar pada hubungan manusia dengan keadaan di sekelilingnya. Didalamnya terkandung hubungan kejiwaan antara intuisi manusia dan emosi manusia dengan realitas yang tak terumuskan.
2)   Kekuatan Sejarah : berupa kejadian-kejadian dan gejala-gejala sosial yang berlangsung disekeliling seniman. Kehidupan sosial dengan pergolakan dan perjuangan nasional. Tumbuhnya kesadaran nasional yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928 pun merupakan gejala masyarakat yang menjado dorongan kuat di masa awal perkembangan seni lukis Indonesia baru. 
3)   Pengaruh Barat : kenyataan yang juga merupakan kekuatan sejarah. Masa penjajahan, misalnya, mengakibatkan persentuhan antara seni lukis Indonesia pada awal pembentukannya dengan seni lukis barat. Majunya media komunikasi dunia dan pencampuran peradaban dunia seni rupa pun menjadi masalah khusus.

b.    Perkembangan Seni lukis Indonesia Baru.

           Seni rupa modern di Eropa diproklamirkan sejak munculnya aliran post impresionisme (awal abad ke-18). Saat itu ruang untuk kebebasan mencipta karya seni terbuka lebar yang diawali dengan tumbuhnya sukap individualistis dalam berkarya. Persentuhan seni kolektif Indonesia dan seni modern Eropa berjalan melalui pelukis-pelukis Eropa yang datang ke Indonesia. Pada zaman seni rupa Indonesia baru ini, terjadi beberapa perkembangan seperti berikut :



1)   Masa Raden Saleh (perintisan)
          Pada pertengahan abad ke-19, dunia seni lukis atauseni gambar seniman seniman Indonesia masih mengacu gaya tradisional yang berkembang didaerah-daerah. Sebagian besar karya seni tersebut menyimpan potensi dekoratif. Misalnya, lukisan di bali dan jawa serta ornamen di Toraja dan Kalimantan. Sebagian ahli memandang Raden Saleh Syarif Bustaman (1807-1880) sebagai perintis seni lukis modern Indonesia. Ungkaoan ini tidak berlebihan mengingat R. Saleh merupakan orang Indonesia pertama yang mendapat bimbingan melukis secara khusus dari pelukis-pelukis bergaya naturalis dan realis keturunan Belgia yang pernah tinggal di Indonesia, yakni A.A.J. Payen. Atas rekomendasi payen dan didukung oleh C. Reinwart, Raden Saleh berkesempatan belajar di Eropa. R Saleh di Eropa mendapat bimbingan dari pelukis potret terkemuka, Cornellius Krusemen dan pelukis Pemandangan alam, Andreas Schefhout. Lebih 20 tahun lamanya R. Saleh berada di Eropa, pada tahun 1851 ia menyempatkan pulang ke Indonesia. Dan pada tahun 1879 ia menetapkan pulang ke Indonesia dan selanjutnya bermukim di bogor. Setahun kemudian, tepatnya 23 April 1880, beliau wafat di Bondongan, Bogot. Karya lukis tersirat memuat kebangsaan yang tersembunyi yaitu Antara Hidup dan Mati. Karya ini memperlihatkan pertarungan antara seekor Banteng (symbol keperkasaan dan kekuatan bangsa Indonesia) dan dua ekor singa (symbol kerakusan dan ketamakan penjajah). Demikian pula lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.

2)   Masa Indonesia Jelita (Mooi Indie)

          Pada awalabad ke-20, munculah Abdullah Suryosubroto yang juga keturunan bangsawan Solo, pada dasarnya Abdullah ke Eropa bermaksud mempelajari ilmu kedokteran. Namun niat itu berubah karena ketertarikannya terhadap dunia seni lukis yang kemudian mengantarkannya menjadi mahasiswa pada salah satu akdemi kesenian di Eropa. Sepulan dari Eropa, Abdullah S.R (1878-1941) bermukim di Bandung dan kemudian mengembangkan gaya melukis sendiri,yang kemudian dikenal sebutan Indonesia Jelita (Mooi indie). Gaya ini menekankan pada keelokan dan suasana kehidupan bangsa Indonesia dengan alamnya yang subur dan masyarakatnya yang tentram. Pemandangan alam merupakan objek yang sangat dominan. Apa saja yang indah dan romantis terlihat menyenangkan, tenang, damai, apalagi lukisan wanita-wanitanya yang elok nan cantik. Lukisan-lukisan itu hanya membawa satu makna, yaitu ‘Indies yang molek’ bagi orang asing dan para wistawan. Pelukis pribumi yang gemar dengan gaya ini adalah, Wakidi, M. Pirngadie, Basuki Abdullah, dan Wahdi. Pelukis asing antara lain W.G Hofker (Belanda), R.Locatelli (Italia), Le Mayeur (Belanda), Roland Strasser (Swiss), E. Dezentje (Belanda), Rudolf Bonnet (Belanda).

3)   Masa Cita Nasional

           S. Sudjojono (1913-1986) sebagai penggerak kelompok ini sama sekali tidak pernah belajar seni rupa ke Eropa. Pelukis-pelukis yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Agus Djaya Suminta, L.Sutioso, Rameli, Abdul Salam, Otto Jaya, S. Sudiarjo, Emiria Sunassa, Saptarita Latif, Herbert Hutagalung, S. Tutur, Hendro Jasmara, dan Sutioso.



Untuk memperkokoh gerakan dan menyamakan persepsi, kelompok ini kemudian membentuk Perkumpulan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) pada tahun 1938 di Jakarta. Karena tujuanya adalah menggalang solidaritas nasional antar seniman local dalam mengembangkanseni lukis yang bercorak Indonesia asli, mereka senantiasa membuat sketsa-sketsa tentang corak kehidupan masyarakat saatitu di berbagai tempat.

4)   Masa Pendudukan Jepang

          Pada zaman pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1942, PERSAGI dipaksa bubar. Seniman yang lahir dari kalangan grass root (akar rumput), yakni masyarakat bawah, jumlahnya semakin banyak. Sementara itu, tentara pendudukan Jepang yang berkuasa pada saat itu sangat jeli melihat perkembangan kesenian Indonesia. Pada tahun 1945, mereka mendirikansebuah lembaga dengan nama  Jepang Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaa) yang pengajarnya merupakan mantan anggota PERSAGI seperti Agus Djaya Suminta dan S. Sudjojono. Mereka meyediakan sarana dan prasarna berkesenian. Kemudian muncul wadah tempat penampungan aspirasi rakyat, dibentuklah lembaga yang berupaya mempersiapkan segala sesuatu hal yang mungkin terjadi. Lembaga ini didirikan oleh Ir. Soekarno, K.H. Mansur, dan KI Hajar Dewantara dengan nama Poesat Tebaga Rakjat atau POETRA. Salah satu bidang yang dikelola lembaga ini adalah seni lukis. Pelukis yang aktif dalam lembaga POETRA adalah para pelukis berbagai aliran seperti   S. Sudjojono, Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso, Barli Sasmita dan Wahdi.

5)   Masa Sesudah Kemerdekaan

Pada tahun 1946 di Yogyakarta, affandi, Rusli, Hendra Gunawan, dan Harijadi membentuk perkumpulan Seni Rupa Masyarakat. Setahun kemudian, yaitu 1947 mereka bergabung dengan perkumpulan Seniman Indonesia Muda (SIM) yang dibentuk pada 1946 di Madiun dengan pelopor  S. Sudjojono. Namun adanya pertentangan internal diantara pengurus membuat Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan membentuk kelompok Peloekis Rakjat, yang didalamnya terdapat Soedarso, Kusnadi, sasongko, Dullah, Trubus, Sumitro, Sudoarjo, dan Setijoso.

6)   Masa Pendiddikan Formal

Pada tahun 1949,R.J Katamsi dengan beberapa seniman anggota SIM, Pelukis Rakjat, POETRA, dan budayawan Tamansiswa merintis Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) yang kini berubah menjadi Institut Seni Indonesia ISI. Yang tujuanya mendirikan akademi ini adalah untuk mencetak calon-calon seniman. Para tokoh ASRI antara lain S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Djajengasmoro, Kusnadi, Sindusiswono. Sementara itu di bandung pada tahun 1950 berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang dipelopori Syafe’i Soemardja. Sejak tahun 1959, lembaga ini berunah nama menjadi jurusan Seni Rupa pada Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada tahun 1964, berdiri pula jurusan Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung (saat ini bernama Universitas Pendidikan Indonesia) yang dipelopori oleh Barli, Karmas, Popo Iskandar, Radiosuto dan Wiyoso Tudoseputo. Sebagian alumni Jurusan Seni Rupa IKIP Bandung yang menekuni seni lukis adalah seniman Oho Garha, Nana Banna, Hidayat, Dadang MA, dan Hardiman. Beberapa tahun kemudian dibuka Jurusan Seni Rupa IKIP lainnya di seluruh Indonesia.


7)   Masa Seni Lukis baru di Indonesia

Sekitar tahun 1974 lahirlah kelompok seniman mudadi berbagai daerah. Para seniman muda yang tergabung dalam gerakan ini antara lain Jim Supangkat, S. Prinka, Satyagraha, F.X. Harsono, Drde Eri Supria, dan Munni Ardi. Pameran perdana mereka yang diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta banyak mengundang perhatian. Karya-karya seniman baru yang kebanyakan masih kuliah itu didasari oleh alas an-alasan sebagai berikut :
·      Membongkar peristilahan seniman sebagai atribut yang hanya dilekatkan pada kalangan akademis saja, sementara masyarakat kecil yang bergiat dalam kesenian tidak mendapat tempat yang semestinya.
·      Menggugat batasan-batasan seni yang sudah lama dipancangkan oleh seniman tua. Ini berarti menghindari adanya pembingkaian seni dalam satu kaca mata.
·      Berusaha menciptakan sesuatu yang baru dengan berbagai media, konsep berkarya, dan lain-lain. Penciptaan karya seni tersebut tidak terkecuali seni yang diterapkan pada hal yang dipndang sakral.

B.     Sikap Apresiasi Seni Rupa Murni Nusantara

1      Proses Berkarya Seni Rupa

               Untuk mendapatkan pengakuan dari dunia luar, seorang seniman harus bekerja dengan kesungguhan dan hati, bekerja terus-menerus dengan memperbanyak praktek dan terus mengolah imajinasi pengetahuan teknik. 

2      Mengapresiasi Karya Seni Rupa Murni

               Tujuan poko dari apresiasi seni secara umum adalah menjadikan masyarakat dapat menerima dan menikmati sebuah karya atau masyarakat menjadi peka seni. Dari proses inilah nantinya masyarakat mau dan mampu untuk mengomentari sebuah karya. Komentar dilontarkan oleh masyarakat akan membentuk sebuah opini tentang seni. Opini bisa bersifat khusus tentang hal kekaryaan seperti warna dan bentuk, atau kekaryaan seperti ide, gagasan, makna, pesan, dan tujuanpembuatan karya. Komentar dan opini inilah yang dalam seni rupa sering disebut dengan kritik seni.



3      Tahapan Mengapresiasi Karya Seni Rupa Murni

               Ada tahapan dalam mengapresiasi karya seni rupa murni sepert senilukis, seni patung, dan seni grafis adalah sebagai berikut :

a.    Tahap Awal : tahap ketika seorang pengamat melihat sebuah karya, baik karya yang dipamerkan maupun melihat karya tertentusecara sekilas. Tahap ini disebut juga dengan tahap perkenalan.
b.  Tahap Penghayatan : merupakan tahap dimana seorang pengamat berupaya untuk mengamati lebih jauhl agi dan berusaha untuk memahami serta menghayati sebuah karya.
c. Tahap Penilaian : merupakan tahap pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangantertentu tentang bernilai atau berharganya suatu karya seni. Tahapan ini juga dapat dikatakantahap penghargaan dengan menentukan apakah karya yang sedang diapresasi baik atau indah.

         Dalam mengapresiasi sebuah karya seni rupa kamu dapat memahami, menghayati, menilai, memberikan keputusan terhadap sebuah karya seni secara bebas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini :
1)   Mendeskripsikan (pemaparan) sebuah karya dengan cara menemukan dan mencatat sesuatu yang dilihat apa adanya, namun tidak mengambil kesimpulan apapun.
2)   Uraian kebentukan (formal), yaitu tahapan menelusuri sebuah karya berdasarkan strukturnya, baik itu warna, garis, bentuk, maupun teksturnya.
3)   Penafsiran makna yang meliputi tema yang digarap dan masalh-masalh yang dikemukakan.
4)   Penilaian, yaitu tahapan untuk menetukan derajat suatu karya seni.



MENGEKSPRESIKAN KARYA SENI MURNI DAERAH

A.    Gambar Ekspresif

                    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ekspresi dapat diartikan sebagai pengungkapan atau proses menyatakan perasaan, maksud, dan gagasan. Jadi, gambar ekspresi berarti gambar yang dibuat dengan tujuan mengungkapkan gagasan atau perasaan penggambar sebebas-bebasnya tanpa terikat oleh aturan-aturan tertentu yang kerap dicirikandengan bentuk yang dilebih-lebihkan ataudidramatisir. Penerapan warna dan komposisi gambar dilakukansecara bebas, bahkan banyak pula gambar yang objeknya tidak jelas (abstrak).

1.    Asas Menggambar Ekspresi :

a.    Komposisi : suatu cara menyusun unsur-unsur yang akan memberikan bentuk pada sebuah karya seni seperti garis, warna, bidang, ruang, tekstur, dan gelap terang. Dengan adanya komposisi, sebuah hasil karya seni akan terlihat harmonis.
b.   Keseimbangan (Balance) : cara mengatur objek secara serasi dalam bidang gambar sehingga objek utama terlihat jelas. Keseimbangan terbagi atas keseimbangan simetris, yaitu serasi dua objek atau lebih dengan membagi dua bidang gambar secara sama, dan keseimbangan asimetris, yaitu keseimbangan yang dibuat dengan meletakan unsure-unsur yang berbeda, baik ukuran, bentuk, maupun jarak.
c.    Proporsi : perbandingan bentuk antara yang satu dan benda yang lainnya. Hal ini dilakukan agar gambar terlihat padu dan enak dipandang.
d.   Irama : kesan gerak yang dihasilkan oleh garis, warna, bentuk, dan tekstursecara berulang(repetition) dan gerak (movement).
e.    Kesatuan : perpaduan unsur-unsur dari berbagai elemen yang ada dan saling berhubungan serta melengkapi sehingga menimbulkankesan berbentuk dengan baik.
f.     Aksentuasi : unsure pembeda pada gambar agar tidak kelihatan monoton dan membosankan.

2.    Media Menggambar Ekspresif

               Media yang digunakan untuk menggambar ekspresif sangat beragam, misalnta kertas HVS, kertas gambar, dan kanvas, antara lain lebih jelasnya sebagai berikut :
a.    Kanvas adalah media dari yang terbuat dari kain yang dibentangkan pada bingkai kayu (spanram) yang dilaburi atau ditutupi dengan campuran bahan tertentu biasanya singwit dan lem kayu dicampur dengan air.
b.    Pensil Warna, pensil warna bentuknya hamper mirip dengan pensil hitam, hanya isinya berwarna. Ada juga pensil warna yang bersifat aquarel.
c.    Cat air (water colour) mempunyai karakter tranparant (tembus pandang). Cat air digunakan dengan teknik aquarel.



d.   Pastel, terbuat dari sejenis kapur yang mengandung minyak dan pewarna serta memilikisifat yang lembut (soft). Warna yang dihasilkan lebih ekspresif, penggunaannya bisa dicampur antara warna yang satu dan warna yang lain secara berulang-ulang.
e.    Cat akrilik, merupakan cat yang bahan pencampurnya air. Cat akrilik berbeda dengan cat lainya yang bahan pencampurannya air karena cat ini cepat kering dan tidak luntur jika terkena air.
f.     Palet dan Kuas, palet merupakan alat yang digunakan untuk mencampur cat. Bentuk palet bervariasi dan biasanya terbuat dari plastic atau papan. Kuas merupakan alat untuk melukis. Pemilihan kuas disesuaikan dengan karakter gambar.

3.    Cara Menggambar Ekspresif

               Teknik yang digunakan dalam menggambar ekspresif pada dasarnya sama dengan teknik menggambar yang lainnya. Berikut ini hal-hal yang berhubungan dengan menggambar ekspresif :
a.    Media : tidak terbatas hanya pada kanvas saja. Media lainnya seperti sepatu kanvas, tas kanvas, karton, kertas diamond, kertas linen, kertas khusus cat air, kertas dupleks,  kertas daluang, triplek, hardboard dan bidang datar lainnya pun bisa digunakan.
b.    Objek : mulai dari alam benda, pemandangan alam, manusia, lingkungan pasar, perkotaan sampai peristiwa peristiwa khayalan dan imajinasi.
c.    Teknik : adalah dengan menafsirkan bentuk objek menjadi bentuk yang kamu inginkan atau dengan kata lain unsure emosional sangat berperan penting. Beberapa teknik menggambar ekspresif, adalah :
1)   Menekankan spontanitas, maksudnya dalam menggambar pelukis harus bisa menangkap suasana secara spontan dengan cara membuat garis besarnya, kemudian secara bertahap diselesaikan atau disempurnakan.
2)   Berekspresilah dengan warna dan garis secara bebas tanpa harus sesuai dengan warna dan bentuk aslinya.
3)   Tuangkan emosi sesuai dengan keadaan hati. Emosi bisa dikendalikan jika kamu sering membuat gambar ekspresif.  
4)   Merekam suasana, artinya setiap kejadian yang kamu lihat atauketika berkhayal dapat dituangkan kedalam gambar secara ekspresif sehingga perwujudan gambar menjadi lebih dinamis dan tidak monoton atau di lebih-lebihkan.

B.     Melukis Gambar Ekspresif.

1      Melukis dengan Cat Air

               Untuk melukis dengan cat air, kamu harus menggunakan kertas gambar yang tebal atau kertas khusus untuk cat air. Berikut inialat dan bahan serta teknik dalam melukis menggunakan cat air.

a.    Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah :
·      Cat air berbagai warna
·      Kertas gambar khusus cat air atau bisa kertas tebal



·      Kuas untuk mewarnai
·      Selotape kertas untuk menempelkan kertas pada triplek
·      Triplek untuk alas kertas
·      Lap untuk membersihkan kuas
·      Palet untuk mencampur warna
·      Gelas untuk menaru air.

b.    Teknik.
·      Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menggambar dengan cat air, namun yang paling umum digunakan adalah teknik wet on wet.teknik ini dilakukan dengan mencampur warna di atas lapisan yang masih basah.untuk melakukannya, kamu harus teliti agar kertastidak sobek sehinggamerusak gambar yang sudah dibuat.
·    Teknik transparant/tembus pandang, harus tipis tipis dan halus dalam sapuan kuas, menunggu kering apabila warna yang sudah ada ingin di tindih atau ditumpangi warna diatasnya.

c.    Langkah kerja
Berikut ini langkah-langkah yang dapat kamu ikuti untuk membuat lukisa yang diwarnai dengan cat air :
·      Siapkan kertas gambar
·  Rekatkan kertas gambar pada papan tripleks agar kertas tidak mengerut atau bergelombang.
·      Siapkan cat air pada palet dan air dalam gelas
·      Siapkan kuas yang akan digunakan, bisalebih dari satu kuas.
·      Buatlah sketsa gambar pada kertas gambar
·      Warnai gambar dengan cat air
·      Gunakan kuas berukuran besar untuk bagian latar (bacground)
·      Berlatihlah menggores dengan sapuan yang halus dan tipis (transparant)