music

Thank you for visiting my blog may be useful

Minggu, 30 September 2018

Ali Sadikin: Pemimpin Kontroversial

Berbicara tentang pemimpin, mungkin dapat mengingatkan kita pada sosok yang disebut-sebut sebagai gubernur kontroversial yang pernah memimpin Jakarta. Ya, Ali Sadikin atau akrabnya disebut Bang Ali. Nama yang sangat terdengar familier apalagi sebagai warga Jakarta yang hidup pada tahun 1966-1977. Bang Ali dengan berbagai keputusan kontroversial nya pada masa itu dan berbagai kesulitan-kesulitan yang ia alami, tentunya saat menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Saat Bang Ali ditunjuk Soekarno sebagai gubernur Jakarta, Indonesia tengah menghadapi kemerosotan ekonomi yang luar biasa dan juga keadaan kota yang amat buruk. Masyarakat ibukota mengalami krisis hampir disetiap bidang penghidupan penduduknya seperti krisis perumahan, krisis lapangan kerja, krisis angkutan, krisis usaha, krisis hubungan telepon, krisis sarana pendidikan, dan berbagai krisis lain yang menjadi beban berat yang harus Bang Ali hadapi sebagai gubernur Jakarta pada saat itu. Bang Ali mengalahkan segala keraguannya untuk menerima tugas karena menurutnya itu ialah sebuah perintah yang harus ia jalankan. Sebelum Bang Ali ditunjuk sebagai gubernur, ia adalah seorang Letnan Jendral KKO-AL. Itulah yang membuat ia ditunjuk oleh Soekarno. Karena menurut Soekarno dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977, Jakarta adalah kota pelabuhan yang sebaiknya dipimpin oleh orang yang tahu urusan laut dan urusan pelabuhan.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai gubernur Jakarta yang baru, ia benar-benar memulainya dari nol. Ia harus memeras otaknya dan bekerja dengan kreativitas setinggi mungkin. Dengan anggaran belanja Jakarta yang saat itu hanya ada sebesar Rp. 66 juta, ia harus menggali sumber keuangan lebih selain dari itu. Dan satu hal yang sangat menggegerkan sewaktu ia menggali sumber keuangan untuk kepentingan masyarakat saat itu, yakni judi. Banyak yang menentang keputusannya tentang judi. Ia akui bahwa judi itu haram, namun judi disini ia atur hanya untuk kalangan tertentu. Dan undang-undang menetapkan, bahwa Kepala Daerah bisa memberikan izin kepada bandar Cina, karena judi dianggap sudah merupakan budaya Cina dan yang boleh berjudi itu hanya orang Cina. Dengan adanya Undang-Undang No. 11 tahun 1957 yang memungkinkan Pemerintah Daerah memungut pajak atas izin perjudian, Bang Ali semakin yakin dan berani melegalkan judi untuk dipungut pajaknya. Keputusannya tersebut sangat menggegerkan, namun demi keperluan rakyat Jakarta ia berani untuk mengambil keputusan yang sangat kontroversial. Bang Ali tidak meminta persetujuan Penjabat Presiden untuk usaha judi karena tidak ingin memberatkan karena keputusannya. Apabila dalam pelaksanaannya terjadi apa-apa tentang judi ini, maka itu adalah tanggung jawabnya sebagai gubernur karena ialah yang mensahkan tentang judi. Sikap tanggung jawabnya sebagai pemimpin disini sangat terlihat dan juga keberaniannya dalam mengambil keputusan patut diacungi jempol meskipun mungkin dianggap sebagai hal yang sangat konyol.
Sama-sama menimbulkan pertentangan, hal lain juga ia lakukan dengan mengambil keputusan yang banyak orang menentang, yaitu dengan melokalisasi Kramat Tunggak sebagai tempat pelacuran yang pernah ada di Kramat Raya.  Keputusan Bang Ali ini dianggap orang-orang sebagai perbolehan eksploitasi manusia atas manusia, merendahkan derajat wanita dan menjauhkan kemungkinan rehabilitasi bagi wanita yang sadar. Padahal menurutnya, melokalisasi ini berarti mempersempit gerak wanita ‘P' dan diharapkan dapat menghapuskan pemandangan yang kurang sedap di tepi-tepi jalan.
Selain sikapnya yang berani dan tanggung jawab, ia pun memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Hal itu tercermin dalam kepeduliannya terhadap anak-anak yang tidak bersekolah. Ia menemui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, namun mereka seperti terhambat untuk turun tangan dalam mengatasi anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan. Akhirnya Bang Ali lah yang mewujudkan untuk membangun sekolah agar anak-anak yang berkeliaran karena tidak tertampung oleh sekolah yang ada dapat bersekolah. Dalam membangun sekolah, masalah yang dihadapi adalah menyangkut uang, menyangkut biaya. Namun ia berusaha untuk mendapatkan biaya tersebut guna tercapainya fasilitas pendidikan yang memadai. Bang Ali dalam kepemimpinannya sangat memperhatikan masalah-masalah besar maupun masalah kecil. Ia memimpin Jakarta dengan rasa kemanusiaannya. Sebagai seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan, ia tidak berkuasa dengan sewenang-wenang, apalagi jabatannya sebagai gubernur ia dapatkan langsung dari Presiden. Menurut Bang Ali dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977, sebagai pemerintah daerah yang baik, ialah yang missionnya baik bagi rakyat secara keseluruhan, dan untuk itu kita harus memobilisasikan semua keberanian, kejujuran dan pemikiran kreatif yang ada pada kita masing-masing, disamping tidak melupakan kondisi tempat dan waktu di mana kita berada dan bekerja.
Sebagai seorang pemimpin, Bang Ali telah melakukan tugasnya dengan maksimal walaupun dengan segala keputusannya menimbulkan kehebohan dan pertentangan. Ia tidak hanya memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah pemerintahan kota Jakarta saja, akan tetapi pada seluruh permasalahan kehidupan di ibukota Republik Indonesia. Ia berusaha memahami masalah yang ada dengan logika dan perasaannya. Keberaniannya sebagai seorang pemimpin juga patut diacungi jempol, sebab dalam pelaksanaan kebijakannya tentang judi ia rela disebut sebagai “Gubernur Judi” atau bahkan “Gubernur Maksiat”. Ia rela namanya di cap seperti itu demi menciptakan pembangunan untuk Jakarta, karena katanya ketika ia berani berbuat maka harus berani pula untuk bertanggung jawab. Kepemimpinan Bang Ali ini dapat kita lihat sebagai contoh pemimpin yang tegas dan berani mengambil keputusan serta bertanggung jawab atas tindakannya. Walaupun ia memimpin sebagai gubernur, namun cara kepemimpinannya dapat diadopsi untuk menjadi seorang pemimpin negara. Bahkan seorang penulis yang menuliskan tentangnya yaitu John Saar menulis, “prestasi-prestasinya, dinamisme, compassion dan terutama kejujurannya, membuat orang Jakarta meramalkan, bahwa pada suatu waktu Sadikin akan menjadi Presiden”. Pendidikan kemiliterannya sebagai seorang marinir telah memberikan padanya kesadaran disiplin kerja yang tangguh dan kuat, dan ditambah dengan pribadinya yang bermuat kekerasan hati dan kekerasan kepala. Ia juga pantang mundur dan bertekad untuk menghadapi dan mengatasi segala tantangan yang harus dihadapinya. Mental-mental seperti itulah yang mungkin dapat juga dijadikan sebagai contoh untuk menjadi seorang pemimpin negara.
Maka dari itu, seorang pemimpin negara haruslah orang yang memiliki jiwa kepemimpinan disiplin, tegas atas keputusannya, dan berani bertanggung jawab, jika dilihat dari sudut pandang pemimpin seperti Bang Ali. Walaupun ada beberapa hal yang kontroversial, hal itu bisa di jadikan sesuatu yang harus di perbaiki. Ambil lah sisi positif dari masa kepemimpinan Bang Ali. Dimana beliau dapat menciptakan kondisi yang bangkit dari keterpurukan. Hal itulah yang seharusnya menjadi suri tauladan bagi pemimpin-pemimpin negara yang akan datang.  Dimana Saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin seperti Bang Ali. Apalagi  menjelang pemilihan presiden tahun 2019 yang terdapat calon yang diusulkan oleh partai politik sehingga menimbulkan berbagai pendapat dan Kubu Dalam politik Indonesia.  perbedaan pandangan antara partai politik itulah yang menyebabkan terjadinya perpecahan politik di Indonesia. Masyarakat haruslah bisa melihat potensi-potensi dalam calon presiden yang akan datang sehingga Indonesia kedepannya akan menjadi negara yang lebih baik dan maju.

*Penulis merupakan Mahasiswa Mata Kuliah Ilmu Politik Semester 1, Jurusan Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta